Unknown
Unknown › Opini

on Selasa, 17 Mei 2016

Jangan Budayakan SARIP !!

Assalamu'alaikum wr. wb.

Curhatan kali ini terinspirasi dari seseorang yang saya cintai, setelah ia memperkenalkan kata SARIP kepada saya. Saya merasakan keanehan dan keunikan tersendiri setelah mendengarnya.Lalu, saya mencari referensi-referensi dari internet mengenai SARIP dan menggabungkannya dengan pendapat saya pribadi. Dan jadilah edisi curhat pertama di blog ini.

Mari kita mulai curhatannya ;

Seperti yang tertera di judul, pasti banyak yang bertanya diantara teman-teman sekalian “Apa sih SARIP?” atau “gue pernah denger tuh SARIP, tapi dimana ya ?”(sambil geleng-geleng).  Kalo mahasiswa kebanyakan udah ngeh pas denger kata SARIP, tapi ga nutup kemungkinan juga sih Mahasiswa juga ga tau mengenai SARIP. Nah, postingan kali ini lah yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, cekidot ^^

Berawal dari definisi. Tak ada definisi secara ilmiah tentang SARIP, maklum kata tersebut tidak ditemukan berdasarkan penelitian-penelitian sistematis, melainkan kata ini lahir dari celotehan-celotehan mahasiswa yang super kreatif (red. galau abis wkwk)
Meski demikian, SARIP mempunyai kepanjangan alias kata akronim. Suku, Agama, Ras dan IP (SARIP) adalah kepanjangannya. Sekilas, kata ini persis dengan kata yang selalu dijunjung tinggi dikalangan dunia internasional, yakni SARA (Suku, Agama dan Ras). Mungkin SARIP -si empunya-
terinsipirasi dari kata SARA ini wkwkwk

Bedanya, SARA jangkauannya luas, yakni selurus lapisan masyarakat, tetapi ruang lingkup SARIP lebih khusus, yakni dunia perkuliahan. Jadi, sasaran postingan kali ini tertuju pada kalangan Mahasiswa dan civitas akademika di Universitas-universitas seluruh Indonesia.
Setelah membahas SARIP, bahasan selanjutnya adalah ciri khas dari SARIP yang membedakannya dari SARA, yakni IP. Kalo IP saya yakin semua Mahasiswa di seluruh Indonesia pun paham apa itu IP (Indeks Prestasi). Maklum dijenjang Sekolah Menengah IP adalah buku rapot alias daftar nilai yang kita peroleh selama kegiatan pembelajaran. Bedanya IP menggunakan sistem alfabetis (A-E) sedangkan Buku rapot memakai sistem numerik (1-100 atau 1-10).

Nah, fenomena dikalangan Mahasiswa sekarang, kita sering denger “karena lu IP nya gede, lu aja yang nanya” atau pernyataan-pernyataan sejenisnya. “Boleh ga sih bertindak demikian ?” saya pasti menjawab tidak dengan lantang. Kenapa ? karena IP hanyalah sebuah Nilai, sedangkan Manusia baik dan buruknya bukan dari susunan nilai yang ia peroleh, melainkan dari apa yang mereka kerjakan. yah, meski nilai juga salah satu indikatornya, tapi masih banyak indikator-indikator lain yang sama krusial. Seperti Pengalaman dan Kedewasaan.Oleh karena itu, IP bukanlah segala-galanya. Sampai mengucilkan atau mengagungkan seseorang dengan IP rendah atau IP tinggi.

Dari segi psikologis juga sangat berpengaruh. contohnya kejadian yang saya alami baru-baru ini-tepatnya, saya seorang mahasiswa awal semester 2- yang baru memasuki semester 2 otomatis IP semester 1 sudah ada. Karena IP saya lumayan besar, teman-teman saya terkadang berbuat SARIP. Dan efeknya itu, psikologis saya mulai terganggu. seperti minder dan ngerasa so pinter.
Kesimpulannya, Budaya SARIP dikalangan Mahasiswa haruslah ditinggalkan. Memang secara total budaya tersebut mustahil langsung hilang. Tapi, perlahan-lahan saja. dari saling mengingatkan antar teman sampai mempublikasikan gerakan-gerakan Anti SARIP. sekali lagi JANGAN BUDAYAKAN SARIP !!